Sebuah pertanyaan yang diajukan kepada asy-Syaikh al-Allamah Rabi' bin Hadi al-Madkhali hafidzahullah,
Soal:
Apa pendapat anda terhadap orang-orang yang mengatakan bahwa pembahasan tentang tauhid dan aqidah memecah belah kaum muslimin?
Jawaban:
Ucapan ini diucapkan dari kelompok-kelompok yang ma’ruf, siasat yang menyimpang dan bermudah-mudahan dengan pondasi Islam dan Iman, yaitu aqidah yang para nabi datang dengannya -‘alaihimush shalatu wassalam-. Tidak diragukan lagi, bahwa dakwah tauhid adalah pemecah belah, pemecah belah diantara siapa? Antara ahlul haq dan ahlul batil, antara ahli tauhid dan ahli syirik.
Sebagaimana dalam firman-Nya, “Dan sungguh, Kami telah mengutus kepada kaum Tsamud saudara mereka yaitu Saleh (yang menyeru) “Sembahlah Allah!” Tetapi tiba-tiba mereka menjadi dua golongan yang bermusuhan.” (QS an-Naml:45) Kaumnya Nabi Saleh ‘alaihis salam, ketika Nabi Saleh ‘alaihis salam mendatangi mereka dan menyeru mereka kepada Allah ta’ala, tiba-tiba mereka menjadi dua golongan yang bermusuhan.
Demikian pula kaum Nabi Nuh ‘alaihis salam terpecah belah, sebagaimana dalam firman-Nya, “Hingga apabila perintah Kami datang dan tanur (dapur) telah memancarkan air, Kami berfirman, “Muatkanlah kedalamnya (kapal itu) dari masing-masing (hewan) sepasang (jantan dan betina) dan juga keluargamu kecuali orang yang telah terkena ketetapan terdahulu dan (muatkan pula) orang yang beriman.” Ternyata orang-orang beriman yang bersama dengan Nuh hanya sedikit.” (QS Hud:40) Dan sisanya mereka berpecah belah, meninggalkan Nabi Nuh ‘alaihis salam dan mereka mengikuti setan.
Demikian pula Nabi Ibrahim ‘alaihis sala, kaumnya menyelisihinya dan tidak ada orang yang beriman di negri asalnya kecuali istrinya Sarah dan keponaknnya, Nabi Luth. Setelah waktu yang lama, ia berdoa kepada Allah di penghujung umurnya, kemudian Allah menganugerahinya dengan Ismail dan Ishaq.
Tidaklah seorang nabi diutus melainkan manusia terpecah belah, tidak seluruh manusia mengikutinya. Sebagaimana dalam firman-Nya, “Dan kebanyakan manusia tidak akan beriman walau engkau mengingninkannya.” (QS Yusuf:103)
Maka menurut pandangan mereka, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, dan selain mereka dari kalangan para nabi telah melakukan kesalahan! Bagaimana bisa demikian? Karena mereka memecah belah umatnya. Sepantasnya bagi mereka menjaga persatuan umatnya, persatuan negri dan kaumnya. Bukankah demikian menurut pemikiran mereka?! Sehingga engkau mendapati mereka menjalin tali persaudaraan dengan orang-orang Nasrani, Yahudi, Rafidhah, dan Bathiniyah, dalam rangka menjaga persatuan umat manusia. Sehingga tidak bertentangan dengan orang-orang Yahudi, Nasrani, dan tidak pula dengan saudara mereka dari kalangan Rafidhah.Ini adalah sesuatu yang nyata.
Dan ini adalah dakwah mereka, orang-orang yang mengatakan ungkapan-ungkapan ini. Hal ini bertentangan dengan risalah yang dibawa oleh para Rasul, dan bertentangan dengan dakwah para rasul seluruhnya, termasuk di antaranya penutup para Nabi, Muhammad shallallahu’alaihi wasallam.
Allah ta’ala menamai al Qur’an dengan al-Furqan (pembeda), karena membedakan antara al-haq (kebenaran) dengan al-bathil (kebatilan). Dan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam pembeda atau membedakan di tengah-tengah manusia, membedakan antara pengikut kebenaran, petunjuk dan keimanan, dengan pengikut kekufuran, kedustaan, kerusakan, kesyirikan dan kesesatan.
Dan suatu kepastian bahwa Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan mereka dua golongan, golongan yang satu di surga, dan golongan yang lainnya di neraka Sa’ir.
Merekalah pengikut kesesatan dan hawa nafsu. Orang yang mencela shahabat tidaklah merugikan mereka, orang yang mengkafirkan shahabat tidaklah merugikan mereka. Kenapa? Karena dalam rangka menjaga persatuan. Dan terkadang salah seorang di antara mereka mendengar salah seorang pemeluk Nasrani mencela agama Islam dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ia diam. Mereka menganggapnya saudaranya. Inilahj jalan-jalan kesesatan.
Maka, wajib atas kita untuk mengetahui metode para nabi ‘alaihimush shalatu wassalam, mendahulukan berdakwah kepada Allah subhanahu wa ta’ala sebelum hal-hal yang lainnya. Berdakwah untuk merealisasikan makna “la ilaha illallah”, merealisasikan makna-makna keislaman yang lainnya yang dibangun di atas kalimat ini dan di atas keimanan. Dan tidak menoleh kepada gangguan-gangguan yang ada dalam dakwah kepada Allah, dan tidak pula kepada para pengganggu tadi.
Sesunngguhnya para nabi mendapatkan gangguan-gangguan seperti ini pula, dan bahkan lebih dahsyat. Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Manusia yang paling besar ujiannya adalah para nabi, orang-orang saleh, kemudian orang-orang yang seperti mereka.”
Manusia yang paling besar gangguannya adalah para nabi. Mereka adalah suri tauladan bagi kita. Orang-orang yang menempuh jalan mereka pasti akan mendapatkan gangguan, bahkan terkadang dibunuh, diusir, dipenjara. Ini adalah perkara yang besar, darah dan harta benda dikorbankan untuknya.
Akan tetapi, orang-orang yang bersemangat untuk merebut kursi, mengumpulkan manusia di sekitarnya. Tidaklah penting bagi mereka, ketika anak, saudara, tetangga, dan teman mereka meninggal dalam keadaan masuk neraka. Walaupun mereka melihatnya sujud kepada selain Allah ‘azza wa jalla, berbuat kesyirikan kepada Allah, mereka tidak peduli. Ini adalah bentuk penipuan –wal ‘iyyadzu billah-. Mereka menanggung dosa-dosa mereka sendiri, dan dosa orang-orang yang mengikuti mereka.
Dan cocoklah bagi mereka ayat-ayat al Qur’an, seperti pada firman Allah ta’ala, “Sungguh, orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan dan petunjuk, setelah Kami jelaskan kepada manusia Kitab (al Qur’an), mereka itulah orang yang dilaknat Allah dan dilaknat (pula) oleh mereka yang melaknat.” (QS. Al-Baqarah:159)
Dan juga firman Allah ‘azza wa jalla, “Orang-orang kafir dari Bani Israil telah dilaknat melalui lisan (ucapan) Dawud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu karena mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka tidak saling mencegah perbuatan mungkar yang selalu mereka perbuat. Sungguh amat buruk apa yang mereka perbuat.” (QS. Al-Maidah:78-79)
Bagaimana engkau melihat manusia thawaf mengelilingi kuburan, ber-istighatsah kepada selain Allah, menyembelih kepada selain Allah, kemudian engkau katakan dakwah kepada tauhid menyebabkan perpecahan. Ia terjatuh dalam kesyirikan dan engkau tidak menjelaskan kepadanya agama Allah yang benar, engkau tidak menjelaskan kepadanya tauhid, dan perbedaan antara tauhid dan syirik. Kemudian apabila ia tidak menerima dakwahmu, ia tidak masuk dalam barisanmu.
Merekalah, orang-orang yang semangat untuk mengumpulkan manusia, sehingga mengantarkan mereka kepada kursi-kursi yang mereka inginkan. Dan apabila mereka telah memperoleh apa yang mereka inginkan, mereka tidak menjalankan apa yang menjadi syi’ar-syi’ar mereka –la hukma illa lillah (tidak ada hukum selain hukum Allah)- , jadilah hukum ini milik mereka, dan bukan milik Allah ‘azza wa jalla.
Nas-alullah al-‘afiyah.
📚 Majmu’ fatawa asy-Syaikh Rabi’, 1/130-132
Diterjemahkan oleh,
Al-akh Abu Umair Abdulaziz al-Bantuly
(Salah satu thulab di Darul Hadist Fuyus,Yaman)