TANGGAPAN ATAS SEBUAH ANALISIS BERKEDOK ILMIAH
BAHWA LUQMAN BA’ABDUH POLITIKUS DAKWAH
oleh : Abu Abdillah Muhammad as-Sarbini
الحمد لله حمدا كثيرا طيبا مباركا فيه كما يحب ربنا ويرضاه وصلى الله وسلم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه ومن والاه.
Saya merasa terpanggil untuk menanggapi analisis saudara al-Ustadz ‘Abdul Barr yang menyimpulkan bahwa al-Ustadz Luqman Ba’abduh adalah politikus dakwah yang berbahaya dan perusak dakwah salafiyah. Analisis tersebut memang dipoles dengan dalil-dalil yang diterapkan kepada al-Ustadz Luqman Ba’abduh secara membabi buta. Karenanya, tidak salah –insya Allah – jika saya katakan berkedok ilmiah. Akan saya buktikan secara ilmiah – insya Allah – bahwa hasil analisis itu meleset jauh dari hakikat yang sebenarnya.
Saya khawatir tulisan tersebut berefek membuat bingung sebagian salafiyyun yang tidak mengenal baik siapa al-Ustadz Luqman Ba’abduh, lantas berburuk sangka padanya. Sebaliknya berbaik sangka kepada ‘Abdul Barr dan Dzul Qarnain. Yang jelas, yang paling senang dan bersyukur kepada saudara ‘Abdul Barr dengan tulisan tersebut adalah hizbiyyun. Saudara ‘Abdul Barr telah menguntungkan mereka dengan menyakiti salafiyyun.
Sekiranya saudara Abdul Barr mau membuka mata, memasang telinga, dan membuka hati untuk mendengar keterangan para asatidzah lantas menyikapinya dengan inshaf (adil) tentulah dia akan mengetahui kebenaran tahdzir Imam jarh wat ta’dil terhadap Dzul Qarnain.Akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَإِنَّهَا لا تَعْمَى الأبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ (٤٦(
“Maka sesungguhnya bukan mata-mata mereka yang buta, tetapi hati-hati yang berc okol di dada itulah yang buta.” (Al-Hajj: 46)Sungguh sangat disayangkan kelancangan saudara Abdul Barr menorehkan penanya merangkai kalimat-kalimatnya untuk menjatuhkan kehormatan orang lain di hadapan umum kendati harus disertai dengan tuduhan dusta dan talbis bahkan menyisipkan adu domba antara asatidzah. Dia menghiasi fitnahnya dengan untaian dalil-dalil dan nukilan ucapan-ucapan ulama untuk menghantam al-ustadz Luqman Ba’abduh. Hal ini membuktikan kepada kita bahwa tidak setiap orang yang punya kemampuan menghafal dalil-dalil diberi taufiq untuk menerapkan dalil-dalil itu pada tempat yang semestinya.
Tak ayal lagi, tulisan tersebut mengandung tahdzir (peringatan) agar salafiyyun menjauhi Luqman Ba’abduh sebagaimana ia telah menjauhinya. Ironisnya, di saat yang sama dia dekat dengan sebagian hizbiyyun bersama Dzul Qarnain dan Ja’far Shalih.
Pada tanggapan singkat ini, akan kami tunjukkan kesalahan-kesalahan yang terdapat pada analisis saudara ‘Abdul Barr.
1. Ucapan guru kami yang mulia asy-Syaikh ‘Abdurrahman al-‘Adeni –hafizhahullah- yang dinukil oleh saudara ‘Abdul Barr. Kata ‘Abdul Bar, “Sebelum saya kembali ke tanah air tercinta, Alhamdulillah, Allah berikan taufiq kepada saya untuk menyambangi guru kami asy-Syaikh Abdur Rahman Al Adeny –hafidhohulloh. Pada kesempatan itu, beliau bertanya tentang perihal dakwah di Indonesia. Kemudian beliau bertanya kepada saya, ‘Siapa sekarang orang yang menggantikan posisi Ja’far Umar Thalib dalam dakwah? Maka saya katakan,’Luqman Ba’abduh ya Syaikh’. Kemudian beliau berkata,
أنا أخشى علیه وھو لیس بذاك وإندونیسیا بلدة كبیرة فیها أمة كبیرة تحتاج إلى واحد قوي يحتفون حوله.
‘Aku mengkhawatirkan dirinya, karena dia tidak sepantas itu, sedangkan Indonesia adalah negeri yang besar, padanya terdapat umat yang besar, membutuhkan seorang yang kuat (dalam ilmu), (untuk) kaum muslimin merujuk kepadanya’.
Tanggapan:
Jika hal itu memang benar diucapkan oleh beliau -tetapi sulit dipercaya kebenarannya-, hal itu karena perhatian beliau terhadap dakwah salafiyah di negeri ini yang sangat berat untuk diemban. Mengenai beratnya tanggung jawab dakwah di negeri ini, hal itu pun disadari oleh al-Ustadz Luqman Ba’abduh sebagaimana pernah beliau ungkapkan. Kita semua menyadari hal itu, tetapi kita harus berbuat sesuatu untuk Islam dengan mengemban dakwah salafiyah ini dengan seluruh kemampuan yang kita miliki. Kuncinya adalah ta’awun di atas kebaikan dan ketaqwaan dengan penuh keikhlasan dan amanah, tidak diboncengi oleh misi dan kepentingan tertentu.
Yang jadi masalah adalah ketika saudara ‘Abdul Barr menjadikan hal itu sebagai pegangan untuk lancang menvonis dengan mengatakan, “Dan ternyata setelah saya pulang ke Indonesia apa yang dikhawatirkan oleh asy-Syaikh AbdurRahman benar adanya. Ketika orang yang tidak berilmu berbicara tentang agama, maka dia akan sesat lagi menyesatkan”.
Bukankah ini berarti dia telah mengklaim bahwa dirinya dan Dzul Qarnain yang berada di atas shirathul mustaqim sehingga pantas bagi salafiyyun untuk mengikuti dan mengitari mereka?
Ya subhanallah, kesesatan apa gerangan yang didakwahkan oleh saudara kami al-ustadz Luqman Ba’abduh?
Saudara ‘Abdul Barr lantas menyebutkan satu persatu hal-hal yang dianggapnya sebagai kesesatan-kesesatan al-ustadz Luqman, yang akan kita kaji bersama dengan penuh inshaf (adil) dan bijak, tanpa fanatik dan tendensius.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَى أَنْفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالأقْرَبِينَ … (١٣٥)
“Wahai sekalian orang-orang yang beriman jadilah kalian orang-orang yang selalu menegakkan keadilan sebagai saksi-saksi karena Allah, meskipun atas diri kalian sendiri atau kedua orang tua dan karib kerabat” (An-Nisa’: 135)
Sebelumnya, kami ingin menerangkan terkait hal yang dinukil dari guru kami yang mulia, asy-Syaikh ‘Abdurrahman al-‘Adeni -jika nukilan tersebut dari beliau memang benar, tetapi sulit dipercaya kebenarannya.
Agar diketahui oleh semuanya, al-ustadz Luqman Ba’abduh tidaklah memosisikan dirinya sebagai rujukan dan ahli fatwa dalam dakwah ini, melainkan mengajak saudara-saudaranya dari kalangan asatidzah yang mulia untuk berkumpul dan memusyawarahkan dakwah dengan selalu merujuk kepada nasehat dan bimbingan ulama kibar. Beliau sangat menghargai pendapat dan usulan para asatidzah yang hadir, tidak otoriter memaksakan setiap idenya. Beliau sangat menyadari bahwa asatidzah yang bersamanya adalah thullabul ‘ilmi (para penuntut ilmu) murid-murid masyayikh kibar, seperti Muqbil al-Wadi’i, Rabi’ al-Madkhali, ‘Ubaid al-Jabiri, Muhammad bin Hadi, ‘Abdullah al-Bukhari, dan lainnya.
Ternyata dengan perjalanan dakwah yang cukup panjang lebih sepuluh tahun lamanya, banyak hal yang telah diperbuat, dakwah salafiyah pun semakin meluas dan berkembang pesat dengan karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Di antara jasa al-ustadz Luqman Ba’abduh dan ustadz-ustadz yang bersamanya yang menunjukkan keseriusan dan perjuangan mereka untuk menjaga dan mengembangkan dakwah salafiyah di negeri ini adalah diadakannya daurah nasional setiap tahun bersama ulama. Hal ini tidak lepas dari andil besar dan kegetolan al-ustadz Luqman mengordinir para asatidzah untuk ta’awun menyukseskan daurah nasional tersebut. Bukankah itu bukti nyata bahwa salafiyyun hendak didekatkan dan diikat dengan ulama, bukan dengan dirinya?
Kita sepakat bahwa rujukan kita adalah al-Qur’an dan as-Sunnah menurut pemahaman salaful ummah, dengan bimbingan para ulama. Terkhusus tentang masalah dakwah dan fitnah, kami berprinsip bahwa harus dikembalikan kepada ulama kibar yang telah diakui ketokohannya di bidang ini, seperti asy-Syaikh Rabi’. Tidak setiap orang yang menyandang gelar sebagai syaikh mampu menangani urusan dakwah dengan berbagai fitnah besar yang menggoncangnya. Lihatlah betapa banyak ulama ahli hadits di masa terjadinya fitnah kaum Jahmiyah dengan “mihnah khalqi al-Qur’an (fitnah ujian untuk mengatakan bahwa Qur’an itu makhluk)”, tetapi dari sekian banyak ulama ahli hadits, al-Imam Ahmad yang terpilih sebagai pahlawan dan tokoh rujukannya. Demikian pula di masa ini, sejak zaman hidupnya tokoh-tokoh mujaddid yang digelari oleh asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab al-Wushabi sebagai imam empat (Ibnu Baz, al-Albani, al-‘Utsaimin, dan Muqbil al-Wadi’i), di kala itu al-walid asy-Syaikh Rabi’ telah tampil berperan membawa panji jarh wat ta’dil membantah ahlul bida’ wal ahwa’. Sekian banyak fitnah besar yang melanda dakwah ini, fitnah ‘Abdurrahman ‘Abdul Khaliq, fitnah Quthbiyyah, fitnah Sururiyah, fitnah Hasaniyah, fitnah Halabiyah, fitnah Hajuriyah, dan lainnya. Kita mendapati tokoh dan pahlawan terdepannya adalah asy-Syaikh Rabi’ bersama ulama kibar lainnya di Madinah, seperti asy-Syaikh ‘Ubaid al-Jabiri dan lainnya.
Lihatlah, bagaimana ulama besar sekaliber asy-Syaikh Rabi’ mempercayakan dakwah salafiyah di negeri ini untuk dijalankan oleh al-Ustadz Luqman dan asatidzah yang bersamanya. Asy-Syaikh Hani pada salah satu kesempatannya di awal kedatangan beliau pada daurah yang lalu sempat mengatakan di hadapan kami, “Kalian adalah para mujaddid dakwah salafiyah di negeri ini dan kalian adalah tsiqat (orang-orang terpecaya) di sisi asy-Syaikh Rabi’. Oleh karena itu, asy-Syaikh Rabi’ mengamanahi saya agar datang kepada kalian untuk daurah di negeri ini.” Beliau juga menasehati kami agar terus berjuang dan tsabat (kokoh) di atas apa yang kami jalani, meskipun banyak musuh-musuh dakwah dan rintangan yang harus dihadapi. Jazahullahu khairal jaza’.
Tidaklah kepercayaan itu datang begitu saja dari asy-Syaikh Rabi’, tetapi setelah beliau benar-benar mengetahui perjuangan al-Ustadz Luqman Ba’abduh dan asatidzah yang bersamanya dalam mengemban amanah dakwah salafiyah di negeri ini. Asy-Syaikh Rabi’ dan sy-Syaikh ‘Uba’id sangat menghargai perjuangan mereka dalam mengemban amanah dakwah ini. Buktinya, keluar fatwa dari kedua syaikh tersebut tentang Ahmad as-Surkati dan Ja’far ‘Umar Thalib (misalnya) berdasarkan laporan tertulis dari Luqman Ba’abduh dan asatidzah yang bersamanya tentang kedua tokoh mubtadi’ yang sesat itu.
Saya bertanya:
- Di mana saudara ‘Abdul Barr dan Dzul Qarna’in ketika dahsyat-dahsyatnya fitnah Ja’far ‘Umar Thalib sang pendusta yang ingin kembali masuk ke dalam barisan salafiyyun? Di kala itu justru terlihat bahwa mereka terombang-ambingkan oleh tala’ub dan talawwun plus kedustaan-kedustaan Ja’far Umar Thalib.
- Di mana ‘Abdul Barr dan Dzul Qarnain di saat fitnah Hajuriyah menggoncang dakwah salafiyah di negeri ini yang menelan banyak korban dan menimbulkan kebingungan bersikap di kalangan salafiyyun? Di kala itu tampil Luqman Ba’abduh dan asatidzah yang bersamanya menghadapi fitnah tersebut dengan sekuat apa yang mereka miliki sampai hari ini, yang dengan sebab itu Allah Subhanahu wa Ta’ala selamatkan dakwah salafiyah di negeri ini dari fitnah Hajuriyah yang membabi buta.
- Sekarang, fenomena fitnah tamayyu’ (sikap lembek/condong) terhadap hizbiyah Turatsiyah, Hasaniyah, dan Halabiyah dengan corong radio Rodja. Di mana posisi kalian dalam fitnah ini? Atau justru tokoh-tokoh tamayyu’ itu adalah kalian, terkhusus ‘pahlawan kesiangan’ yang la’aab mutalawwin plus dusta-dustanya’ yang sangat mengancam kemurnian dakwah salafiyah di negeri ini?
- Di mana saudara ‘Abdul Barr saat Firanda menikam asy-Syaikh Rabi’ dengan tuduhan kejinya, di saat Luqman Ba’abduh yang dicelanya tampil membantahnya dan mematahkan taringnya dengan ilmiah?
Setelah menulis tanggapan ini, sampai kepada kami informasi terpecaya bahwa ternyata guru kami asy-Syaikh ‘Abdurrahman al-‘Adeni telah mendustakan penukilan tersebut, bahkan memuji al-Ustadz Luqman dan mendoakannya, walhamdulillah.
Dalam situs http://forumsalafy.net/?p=441 dinukil tanggapan asy-Syaikh ‘Abdurrahman al-‘Adeni secara makna:
واللهِ أنا لا أذكر, لا قليلا ولا كثييرا صدر مني هذا الكلام. بل أستطيع أن أقول: أنا ما قلت هذا!! هذا الكلام غريب جدا!! فلماذا لم يخرجه إلا الآن؟! وقل له: اتق الله!! ولا نرتضي نشر هذا الكلام!!
“Demi Allah, aku tidak ingat sedikit atau pun banyak, bahwa terucap dariku pernyataan tersebut. Bahkan bisa aku katakan bahwa aku tidak mengucapkan pernyataan ini. Pernyataan tersebut sangat aneh, kenapa dia (‘Abdul Barr) tidak mengeluarkannya kecuali sekarang?! Katakan padanya (‘Abdul Barr), ‘Bertaqwalah kamu kepada Allah!’ dan aku tidak ridha penyebaran pernyataan ini (yaitu yang dinisbahkan oleh ‘Abdul Barr kepada asy-Syaikh ‘Abdurrahman)’.”
Pada kesempatan yang sama, ditanyakan kepada beliau tentang perihal al-Ustadz Luqman Ba’abduh, maka beliau menjawab,
هو قائم بدعوة وخير, عسى الله أن يتقبل.
“Dia menegakkan dakwah dan kebaikan, semoga Allah menerimanya.”[1]
2. Tuduhan saudara ‘Abdul Barr bahwa “Keahlian politisasi sudah dimiliki ustadz Luqman sejak di Yaman, yaitu masa Syaikh Muqbil rahimahullah masih hidup, seharusnya seorang penuntut ilmu di Dammaj menyibukkan diri dengan menuntut ilmu, tapi tidak demikian dengan Ustadz Luqman. Beliau lebih fokus untuk mengumpulkan sebagian Ikhwan Indonesia secara berkala untuk membahas berbagai fitnah yang ada di Indonesia. Padahal orang yang sedikit berakal akan berkata, ‘Bukankah di sini ada Syaikh Muqbil? Mengapa masalahnya tidak serahkan kepada beliau?’ Dan tentunya keputusan Syaikh Muqbil akan lebih diterima semua pihak daripada keputusan Ustadz Luqman.”
Tanggapan:
Justru apa yang dilakukan oleh Luqman Ba’abduh itu patut disyukuri bahwa di tengah-tengah kesibukan beliau belajar, beliau selaku senior thullab Indonesia kala itu berupaya meluangkan waktu untuk menyelesaikan berbagai fitnah dakwah di Indonesia mengingat keberadaan al-Walid syaikh Muqbil di hadapannya. Yakni, dengan mudahnya bisa minta fatwa kepada asy-Syaikh Muqbil untuk menyelesaikan fitnah yang ada. Tidak seperti yang digambarkan oleh saudara ‘Abdul Barr bahwa Luqman Ba’abduh memutuskan sendiri dan melangkahi asy-Syaikh Muqbil. Orang yang sedikit berakal tidak akan pernah berprasangka buruk seperti itu kepada al-Ustadz Luqman apalagi yang berakal banyak. Hal itu ditempuh oleh al-Ustadz Luqman mengingat munculnya fenomena bagaimana cara penanganan fitnah Turatsiyah Sururiyah yang dikhawatirkan menyusup ke Dammaj oleh sebagian kawan-kawan Abu Nida, Yazid Jawas, dan Yusuf Baisa yang datang belajar ke Yaman. Beliau dengan dibantu al-Ustadz ‘Abdushshamad menyisihkan waktu untuk mempelajari secara teliti fitnah yang ada dengan membaca tulisan-tulisan dan mendengar rekaman-rekaman yang terkait fitnah itu. Hasilnya, al-ustadz Luqman berhasil mendapat fatwa tentang Syarif Hazza, Yusuf Baisa, dan Abu Nida’ tentang kehizbian mereka yang menjadikan pegangan bagi salafiyyun Indonesia yang sedang studi di Yaman maupun yang berada di Indonesia. Agar diketahui bahwa saya termasuk yang ikut mendampingi al-Ustadz Luqman masuk ke syaikh Muqbil untuk meminta fatwa itu. Ini bukti dan contoh bahwa beliau mengembalikan penyelesaiannya kepada keputusan al-walid asy-Syaikh Muqbil, bukan keputusannya sendiri.
Pertanyaannya, di mana saudara ‘Abdul Barr di kala penyelesaian fitnah itu sampai bisa menyimpulkan negatif terhadap al-Ustadz Luqman?! Yang jelas, di awal-awal berkembangnya fitnah itu di Dammaj, ‘Abdul Barr belum datang.
Jika hal ini sudah jelas, saya kembalikan kepada masing-masing pembaca untuk menilai sendiri dinamakan apa ucapan saudara Abdul Barr di atas: “Padahal orang yang sedikit berakal akan berkata, ‘Bukankah di sini ada Syaikh Muqbil? Mengapa masalahnya tidak diserahkan kepada beliau?’ Dan tentunya keputusan Syaikh Muqbil akan lebih diterima semua pihak daripada keputusan Ustadz Luqman.”
Wallahul musta’an.
3. Tuduhan saudara ‘Abdul Barr kepada al-Ustadz Luqman melakukan manuver politik dalam dakwah terkait laporan kesalahan LJ agar tampil jadi pahlawan.
Tanggapan:
Perlu diketahui bahwa ‘Abdul Barr bukan orang yang terlibat laskar jihad dan bukan pelaku sejarah.
Hanya Allah Yang Maha Tahu betapa kuatnya otoriter komando ‘sang panglima’, Ja’far ‘Umar Thalib terhadap Laskar Jihad yang membawa Laskar Jihad ke berbagai penyimpangan. Betapa al-Ustadz Luqman dan al-Ustadz ‘Abdushshamad secara khusus telah berjuang semampu mereka dengan berbagai upaya dan cara untuk menasehati Ja’far Thalib sampai terealisasi adanya tim utusan dari asatidzah untuk menghadap asy-Syaikh Rabi’ melaporkan kondisi LJ hingga akhirnya didapatkan fatwa syaikh Rabi’ untuk membubarkan LJ.
Tidak banyak yang tahu bagaimana Ja’far Thalib berupaya membendung pembubaran LJ dengan otoriter komandonya lantas hal itu berhasil dipatahkan oleh al-Ustadz Luqman yang berhasil meyakinkan Dewan Pembina untuk sepakat memutuskan pembubaran LJ. Lantas Dewan Pembina sepakat mewakilkan proses penyampaian keputusan itu kepada tim khusus yang akan menghadap Ja’far Thalib. Saya termasuk salah satu anggota tim khusus itu dan tahu persis sejarah pembubaran itu.
Jadi, tidak bisa dipungkiri bahwa al-Ustadz Luqman memang punya jasa besar dalam pembubaran LJ, bukan rekayasa dan manuver politik.
4. Masalah materi yang diusulkan oleh al-Ustadz Luqman pada rapat asy-Syari’ah suatu masalah yang bisa dibahas di majalah Asy-Syari’ah, yaitu pengalaman masa lalu kisah nyata tentang orang-orang yang bermaksiat untuk diambil pelajaran. Kata ‘Abdul Barr, “Lihatlah akibat berbicara tanpa ilmu, bahkan ketika dinasihati dia masih bertahan dengan permasalahan yang sangat jelas kesalahannya, yaitu membongkar aib yang telah Allah ta’ala tutupi …. Setelah saya kritik beliau, maka beliau mengelak dan berkata nanti kita tanyakan ulama …. Demikianlah ketika orang yang tidak berilmu berbicara dalam masalah dakwah maka yang keluar darinya bukanlah sejuknya ilmu, tapi justru yang kita lihat dan kita tuai darinya adalah maneuver-manuver dan intrik-intrik dalam dakwah, atau yang lebih tepat diistilahkan dengan politisasi dakwah”.
Tanggapan:
Saya tidak begitu tertarik mengulas panjang lebar masalah ini, karena toh kenyataannya hal itu tidak ditampilkan di majalah asy-Syari’ah. Apalagi al-Ustadz Luqman sendiri telah mengatakan bahwa masalah itu kita tanyakan kepada ulama. Yang jelas, saya kira al-Ustadz Luqman tidak seperti yang digambarkan oleh saudara ‘Abdul Barr dalam masalah tersebut.
Yang ingin saya sampaikan dalam hal ini, saya termasuk orang yang banyak duduk dengan al-Ustadz Luqman dengan mengenal keilmuan beliau. Saya tahu persis beliau adalah orang yang teliti, jeli, tenang, dan berhati-hati dalam setiap permasalahan. Saya tidak mengatakan bahwa beliau tidak punya salah atau kelemahan. Akan tetapi, saya tahu persis bahwa beliau gampang rujuk dari suatu kesalahan jika mendapat nasehat dan ditunjukkan letak kesalahannya dengan hujah.
Akan tetapi, keahlian dan wawasan dakwah beliau yang luas serta kesabarannya dalam mengemban amanah sebagai penasehat majalah asy-Syari’ah adalah keutamaan dari Allah l.
لا يعرف الفضل إلا ذووه.
“Tidaklah mengetahui keutamaan itu kecuali orang-orang yang punya keutamaan.”
Beliau telah memberikan yang beliau miliki untuk pengembangan majalah asy-Syari’ah dan dakwah salafiyah secara umum di negeri ini yang belum tentu mampu dilakukan oleh selainnya, apalagi orang semisal Dzul Qarnain, Ja’far Shalih, Abdul Barr, dan kawan-kawannya.
Semua itu berkat karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala, alhamdulillah.
5. Tuduhan saudara ‘Abdul Barr dengan mengatakan, “Maka dengan sebab itu semakin membuat saya menjauh dan menjaga jarak dengan Ustadz Lukman. Terlebih lagi jika melihat apa yang telah beliau lakukan terhadap dakwah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, yaitu memporak-porandakan tatanan persaudaraan antara sesama Ahlus Sunnah dengan dalih amar ma’ruf nahi munkar tanpa melihat dan menimbang dengan dhowabith dan qowaa’id maslahat dan mudarat, atau kaidah al-badaah bil aham fal aham, atau kaidah adh-dhoror yuzaal, maka yang terjadi adalah kemungkaran yang lebih besar.”
Tanggapan:
Kaidah-kaidah yang disebutkan saudara ‘Abdul Barr adalah benar. Yang salah adalah penerapannya kepada al-Ustadz Luqman. Tatanan persaudaraan versi apa yang telah diporak-porandakan itu? Apakah persaudaraan dengan Maududi ‘Abdullah? Atau persaudaraan dengan Badrussalam? Atau persaudaraan dengan ‘Abdullah Zain? Atau persaudaraan dengan Yazid Jawas sang ‘salafi goncang’ dan kawan-kawannya di Tokyo dan Korea?
Nama-nama tersebut dan sesamanya adalah hizbiyyun yang memang harus dipisah sejauh-jauhnya dari dakwah salafiyah dan salafiyyun.
Jadi, mereka bukan ahlussunnah untuk kemudian dikatakan al-Ustadz Luqman Ba’abduh memecah belah antara barisan ahlussunnah.
6. Tuduhan kepada al-Ustadz Luqman telah memutarbalik fakta kedatangan mereka ke asy-Syaikh al-Imam bertanya tentang radio Radja setelah dari syaikh Rabi’ bahwa mereka bermaksud untuk mencari senjata atau membenturkan fatwa. ‘Abdul Barr mengatakan, “Maka ketahuilah yang sesungguhnya adalah, kami telah mencukupkan diri dengan fatwa Syaikh Robi’, sehingga kami bertanya kepada Syaikh Al-Imam adalah untuk menambah wawasan keilmuan kami”.
Tanggapan:
Hal itu bukan tuduhan, tetapi penilaian yang dibangun di atas indikasi (qarinah):
1. Buktinya, kalian tidak mengabari asy-Syaikh al-Imam tentang fatwa asy-Syaikh Rabi’, padahal beliau sendiri telah menganjurkan kalian mengembalikan masalah kepada asy-Syaikh Rabi’.
2. Bukti lainnya, sepulang dari asy-Syaikh Rabi’ dan asy-Syaikh al-Imam ternyata kalian tidak bersegera menyampaikan tahdziran asy-Syaikh Rabi’ tentang radio Rodja’, padahal kasetnya ada di tangan kalian.
3. Tersebar berita terpecaya dari pihak kalian bahwa kalian belum puas dengan pertemuan di hadapan syaikh Rabi’ dan menganggap waktunya terlalu singkat.
Jadi, jika saudara Abdul Barr mengatakan, “Dan sangat wajar kalau Syaikh Robi’ memvonis Ustadz Dzulqarnain sebagai la’aab, kalau memang faktanya sudah diputarbalikkan seperti itu.”
Kami luruskan bahwa vonis asy-Syaikh Rabi’ kepada Dzul Qarnain sebagai la’ab, mutalawwin, yamsyi ‘ala thariqati al-Halabi fil makri (suka mempermainkan dakwah, berwarna-warni, dan berjalan di atas cara-cara al-Halabi dalam melakukan makar terhadap dakwah) sangat tepat, karena asy-Syaikh Rabi’ sendiri telah menasehati langsung Dzul Qarnain dan menilainya plus berita-berita terpecaya yang sampai kepada beliau.Wallahul muwaffiq.
7. Tuduhan politisasi al-Ustadz Luqman membesar-besarkan masalah fatwa Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah yang tidak terekam atau tertulis terkait masalah pendidikan formal, padahal kalau Ustadz Luqman jujur, mengapa beliau tidak membahas fatwa tertulis Syaikh ‘Ubaid al-Jabiri hafizhahullah yang membolehkan pendidikan formal?!
Tanggapan:
Itu bukan politisasi, melainkan peringatan dan nasehat agar apa yang dilakukan Dzul Qarnain itu tidak terulang dan ditiru oleh yang lainnya, menanyakan masalah dakwah yang besar sambil menyetir mobil tanpa keterangan lengkap dan rekaman fatwa. Ini tidak amanah.
Begitu pula, fatwa tertulis asy-Syaikh ‘Ubaid adalah jawaban pertanyaan yang tidak dilengkapi dengan laporan lengkap yang mewakili hakikat masalah yang sesungguhnya.
Kita semua wajib bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, ini masalah dakwah yang besar, masalah tarbiyah yang terkait dengan maslahat dakwah salafiyah di masa sekarang dan masa yang akan datang. Fatwa ulama harus didapatkan dengan cara yang benar, memberikan laporan lengkap dengan data akurat yang terpecaya yang mewakili hakikat masalah sebenarnya, kemudian minta fatwa dalam bentuk suara terekam atau secara tertulis sebagai pedoman bersama.
Alhamdulillah, al-ustadz Luqman8dan ustadz-ustadz yang bersamanya telah berupaya semaksimal mungkin melakukan hal itu dan kita tunggu bersama fatwa ulama. Wallahul muwaffiq.
8. Saudara ‘Abdul Barr mengklaim bahwa jalsah Makkah dengan syaikh Rabi’ itu adalah pukulan telak untuk ustadz Luqman yang diperintah untuk menjaga lisan, tetapi hal itu tidak dinukil.
Tanggapan:
Alhamdulillah, terkait penukilan hasil jalsah telah diajukan melalui asy-Syaikh Khalid kepada asy-Syaikh Rabi’ dan asy-Syaikh Rabi’ menyetujuinya untuk disebarkan. Apalagi yang dipermasalahkan setelah itu?!
Adapun nasehat tersebut untuk ust Luqman, insya Allah beliau bersyukur kepada syaikh Rabi’ atas nasehat itu. Kita semua butuh nasehat dari ulama, termasuk saudara ‘Abdul Barr. Namun, sangat disayangkan nasehat semacam itu tidak diamalkan oleh saudara ‘Abdul Barr sehingga lisannya (baca: penanya) tidak dijaga dari mencela kehormatan saudaranya melalui tulisan semacam ini.
لاَ تَنْهَ عَن خُلُقٍ وَتَأْتِيَ مِثْلَهُ عَارٌ عَلَيْكَ إِذَا فَعَلْتَ عَظِيْمُ
“Jangan engkau melarang dari satu perangai sementara engkau sendiri melakukannya,
aib besar bagimu jika hal itu engkau lakukan
8. Klaim Abdul Barr bahwa sifat politisasi telah diakui ada oleh Ustadz Muhammad As-Sewed ada pada diri Ustadz Luqman dengan menuturkan cerita yang dibawakannya.
Tanggapan:
Demi meyakinkan pembaca akan kebenaran analisisnya bahwa al-Ustadz Luqman adalah politikus dakwah, saudara Abdul Barr tidak segan-segan membenturkan al-Ustadz Muhammad as-Sewed dengan al-Ustadz Luqman.
Disadari atau tidak oleh saudara ‘Abdul Barr, sengaja atau tidak sengaja, hal ini dapat mengadu domba antara kedua ustadz bersangkutan. Kami berharap semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjaga keduanya dari hasutan yang keji tersebut.
Alhamdulillah, Allah telah memberi taufiq kepada al-Ustadz Muhammad as-Sewed untuk membantah tulisan saudara ‘Abdul Barr dan itu cukup untuk mementahkan analisis berkedok ilmiah tersebut.
Alhasil, terbukti dengan analisis ilmiah yang kami sajikan bahwa saudara ‘Abdul Barr telah salah dan zalim terhadap al-Ustadz Luqman.
Terakhir, kami nasehatkan agar saudara ‘Abdul Barr mau bertobat dan rujuk kepada al-haq untuk kemudian bergandeng tangan bersama para asatidzah ahlussunnah dalam mengemban amanah dakwah salafiyah yang shafiyah (murni) nan mulia ini.
Akhiru da’wana anil hamdulillah Rabbil ‘alamin.
Ditulis oleh: Abu ‘Abdillah Muhammad As-Sarbini
Rabu, 29 Shafar 1435 H/1 Januari 2014
Ma’had Munhajus Sunnah Muntilan