Senin, 08 Februari 2016

Benarkah al-Jarh wa at-Ta’dil Tidak Berlaku Lagi pada Zaman ini ?




Asy-Syaikh al-‘Allamah Rabi’ bin Hadi al-Madkhali hafizhahullah

Pertanyaan :

Sebagian ‘ulama telah menyebutkan bahwa Ilmu al-Jarh wa at-Ta’dil khusus pada zaman para perawi ,.Adapun zaman sekarang, tahun 1420 tidak ada lagi sedikitpun yang namanya al-Jarh wa at-Ta’dil.

Bagaimanakah yang benar dalam masalah ini?


Jawab :

Ini, demi Allah, termasuk gurauan yang membuat tertawa sekaligus menangis jika diucapkan perkataan seperti itu.

Apakah ketika banyak bermunculan bid’ah, banyak bermunculan ilhad (kekufuran), banyak bermunculan sekulerisme, komunisme, rafidhah, shufiyyah, dan kelompok-kelompok sesat, kemudian Islam berhenti dan dilepaskan tali kendali untuk manusia, sehingga mereka bersuka ria, bebas, dan berkata semaunya?

Tidak ada lagi seorang pun yang mengatakan, “ini salah, ini munkar.” Tidak ada lagi seorang pun yang mengatakan, “orang itu perusak, sementara orang itu membuat perbaikan.”??!

Ini termasuk kehilangan dan tidak ada fiqh tentang agama Allah ‘Azza wa Jalla.

Para salaf dulu menulis kitab-kitab aqidah. Di dalamnya mereka mengkritik Ahlul Bid’ah dan kesesatan. Mereka (dalam bantahannya tersebut) menyebutkan nama-nama orang atau nama-nama kelompok.

Apakah amal ini juga berhenti?!

Kami katakan, bahwa para ahlul bid’ah pada zaman Salaf mendebat dan menampakkan kebid’ahannya.

Sementara (bagaimana bisa dikatakan) bahwa itu tidak boleh, haram.

Sekarang, berbicara (menjelaskan) tentang kondisi ahlul bid’ah haram, menjelaskan tentang kondisi para atheis haram, menjelaskan tentang orang-orang zindiq, menjelaskan tentang Rafidhah haram, menjelaskan tentang shufiyyah haram??

 Masya Allah. Ini ajakan kepada penyatuan/penggabungan antar agama, ataukah apa?? Kita memohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepadanya. Ini adalah kesesatan.

 Al-Jarh wa at-Ta’dil wajib untuk senantiasa ada. Dengannya agama Allah dibela Tabaraka wa Ta’ala dan dibela pula Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, terus hingga hari Kiamat. Dihunuskan pedang lebih banyak dari itu, demi meninggikan Kalimatullah – Tabaraka wa Ta’ala – dan meruntuhkan kekufuran dan kebatilan.

Para Salaf mengatakan, Sesungguhnya membela sunnah lebih utama daripada menebaskan pedang (berperang, pen). Membela sunnah itu dilakukan dengan al-Jarh wa at-Ta’dil.

Dalam kesempatan ini aku katakan kepada kalian, bahwa al-Imam al-Hakim rahimahullah dalam kitabnya Ma’rifah ‘Ulum al-Hadits berkata – dan ucapan beliau ini haq (benar)

“al-Jarh wa at-Ta’dil adalah dua ilmu : Ilmu al-Jarh, dan ini adalah ilmu tersendiri.

Ini membantah manhaj muwazanah yang batil.

 Ilmu al-Jarh merupakan ilmu tersendiri. Oleh karena itu banyak dari para imam menyusun kitab-kitab tersendiri tentang al-Jarh saja. Mereka mengkhususkannya dengan al-Jarh.

 Seperti : al-Bukhari dalam adh-Dhu’afa’, an-Nasa’i dalam al-Matrukin, Ibnu Hibban dalam al-Majruhin, Ibnu ‘Adi dalam al-Kamil , demikian juga azh-Zhahabi, Ibnu Hajar, dll. Banyak yang menyusun tulisan khusus tentang al-Jarh saja. Karena memang itu merupakan ilmu tersendiri.

Ini meruntuhkan manhaj muwazanah, dan meruntuhkan para pengusungnya.

 Adapun para imam yang lainnya, menulis kitab-kitab tentang orang-orang terpercaya (ats-Tsiqaat), seperti kitab ats-Tsiqat oleh al-‘Ijly, ats-Tsiqat oleh Ibnu Hibban, tahu kah kalian tentang ini??

 Apabila para Salaf dulu percaya bahwa al-Jarh wa at-Ta’dil adalah dua ilmu yang terpisah, maka bagaimana bisa muncul manhaj muwazanah? Seorang (di antara salaf) menulis sebuah kitab khusus tentang al-Jarh, tidak ada celah untuk manhaj muwazanah.  

  Semangat mereka adalah ini. barakallahu fikum.

Al-Jarh wa at-Ta’dil terus ada hingga hari Kiamat. Jika ada orang yang ingin mengambil faidah dari sang ‘alim ini, maka kamu katakan kepada mereka, “Ini seorang ‘alim yang utama, berjalan di atas sunnah.” Kamu dalam hal ini memberikan rekomendasi terhadapnya (‘alim tersebut). Sementara ‘alim yang lainnya seorang rafidhah, lainnya lagi seorang shufi yang beraqidah wihdatul wujud, lainnya lagi sekuleris,  yang lainnya seorang komunis namun bertopeng Islam, lainnya lagi begini, … lainnya lagi begitu, … wajib atasmu untuk menjelaskannya. Ini wajib. Dan itu termasuk jihad, tidak terputus, dan tidak khusus hanya terhadap para perawi hadits.

Ketika al-Imam at-Tirmidzi menyebutkan dalam kitabnya al-‘Ilal yang terletak di akhir Sunan-nya, beliau mengatakan, ilmu ini yakni manusia mengingkari para ‘ulama hadits terkait dengan al-Jarh. At-Tirmidzi berkata, Fulan dan fulan telah menjarh, fulan telah menjarh Ma’bad al-Juhani, fulan menjarh Jabir al-Ju’fi.

 Para ‘ulama memulai jarh-nya dengan menjarh ahlul bid’ah. Kenapa? Ahlul bid’ah itu dikritik karena kebid’ahannya, bukan karena dia seorang perawi.

 Kemudian para ‘ulama juga menulis bantahan terhadap Ahlul Bid’ah, sebagaimana kami katakan, dan mereka (para ‘ulama tersebut) tidak mengkhususkan al-Jarh wa at-Ta’dil terhadap para perawi hadits saja.

 Seorang mubtadi’, maka dia tidak termasuk Ahlul Hadits sama sekali. Seorang mu’tazilah, jahmiyyah, murji’ah, … dst, dia itu tidak ada kaitannya dengan periwayatan, namun dia itu mubtadi’, maka para ‘ulama pun menjarh-nya.

 Maka dari mana perkataan sebagian pihak, bahwa pintu al-Jarh telah ditutup.

 Hal ini seperti pernyataan para fanatikus madzhab, bahwa pintu ijtihad sudah ditutup sejak abad kedua, sebagiannya lagi mengatakan, … sejak abad ketiga, sebagiannya lagi mengataka, … sejak abad keempat. Yakni, sudah, Allah ‘Azza wa Jalla menutup akal-akal kaum muslimin sejak waktu itu hingga sekarang. 

 Kaum muslimin tidak mampu memahami firman Allah dan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. 

 Ini merupakan hukum (kesimpulan) yang zhalim dan dusta atas nama Allah Tabaraka wa Ta’ala.

 Demikian pula ini (yakni bahwa al-Jarh wa Ta’dil telah berakhir) adalah kedustaan. Yang mengatakan bahwa al-Jarh telah selesai dan ditutup pintunya, maka – demi Allah – dia telah berbuat kejahatan terhadap Islam. 

Takutlah kamu kepada Allah wahai saudaraku. Janganlah kamu menutup pintu al-Jarh wa at-Ta’dil. Ahlul Haq dan ahlus sunnah tidak akan mau mendengarkanmu.

[as’ilah wa ajwibah muhimmah fi ‘Ulum al-Hadits – al-halqah al-Ula ]

 Majmu’ Kutub wa Rasa’il wa Fatawa asy-Syaikh Rabi’ (XIV/244 – 246)

Diambil dari: manhajul-anbiya.net

WA PECINTA AL HAQ