KISAH SEORANG SYIAH RAFIDHAH
Al-Hafizh adz-Dzahabi rahimahullah menyampaikan,
Al-Imam Muhammad bin Mantab rahimahullah menceritakan kepadaku, bahwa Izzuddin Yusuf al-Mushili rahimahullah pernah melayangkan sebuah surat kepadanya.
Sambil memperlihatkan surat tersebut kepadaku, Izzuddin Yusuf membacakan isi surat tersebut,
Dulu, kami pernah memiliki seorang kawan. Namanya asy-Syams bin al-Hasyisyi. Orang ini sering mencela dan mencaci-maki Sayyidina Abu Bakr dan Umar bin al-Khaththab radiallahu anhuma. Celaan dan caci-makiannya sering kelewat batas.
Pada suatu kesempatan, kami mendengarkan sebuah ceramah. Ketika merasa bahwa isi ceramah berubah dari keyakinannya, Syams memisahkan diri dari jamaah sambil mencela dan mencaci Abu Bakr maupun Umar bin al-Khaththab radiallahu anhuma.
Aku pun segera menegur Syams, Wahai Syams, celaka kamu!
Kamu masih saja mencela dan mencaci-maki mereka berdua (Sayyidina Abu Bakr dan Umar radiallahu anhuma) sedangkan usiamu sudah semakin tua.
Bandingkan apa yang sudah kamu miliki dengan yang sudah mereka dapatkan!
Mereka sudah mendahului kita tujuh ratus tahun sementara Allah berfirman,
تلك أمَّةٌ قد خلت؟
“Mereka itu adalah kaum yang telah berlalu.” (al-Baqarah : 141)?
Mendengar ucapanku ini, ternyata jawaban Syams adalah,
“Demi Allah, demi Allah! Abu Bakr dan Umar berada di dalam neraka!”
Syams mengucapkan kata-kata ini di hadapan banyak orang. Bulu kudukku merinding mendengarkan ucapan yang sangat tidak pantas ini.
Seketika itu, aku menengadahkan kedua tanganku ke arah langit sambil berdoa,
Ya Allah, Dzat Yang Mahakuasa di atas segala hamba-Nya!
Wahai Dzat yang tidak ada sesuatupun yang tersembunyi dari-Nya!
Aku meminta kepada-Mu, jika anjing ini (yang dimaksud adalah Syams, -red) di atas kebenaran maka turunkanlah tanda kepadaku.
Namun jika ia memang zalim, maka turunkanlah sesuatu yang bisa menyadarkan orang-orang bahwa orang ini di atas kebatilan sekarang juga!
Begitu selesai berdoa, tiba-tiba kedua mata Syams membengkak.
Kedua bola matanya mendadak menjadi besar dan hampir keluar dari kelopaknya.
Badannya berubah menjadi hitam legam, seperti besi gosong yang dipandai dan dibakar.
Dari kerongkongannya keluar sesuatu yang menjadikan burung-burung mati berjatuhan.
Akhirnya, Syams digotong ke rumahnya.
Tidaklah mencapai tiga hari berikutnya, Syams si pencela sayyidina Abu Bakr dan Umar radiallahu anhuma ini meregangkan nyawa.
Yang lebih mencengangkan lagi, tidak ada seorangpun bisa memandikan jasad Syams. Sebab, dari badan dan kedua matanya keluar cairan yang tidak pernah berhenti.
Dengan keadaan seperti itu, badan Syams dikuburkan begitu saja.
Dan memang kejadian tersebut benar-benar terjadi.
Peristiwa naas itu terjadi pada tahun 710 H. (Referensi: Tarikh al-Islam hal. 117 cetakan Darul Mughni)