الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وآله وصحبه ومن واﻻه وبعد
Sesungguhnya pura-pura tidak mengetahui ketergelinciran orang lain termasuk sifat utama
dan terpuji. Pura-pura tidak mengetahui kesalahan orang lain adalah berpaling dari perkara buruk yang muncul dari saudara atau orang lain yang tertuju kepadamu seakan-akan engkau tidak mendengarnya. Pura-pura tidak mengetahui kesalahan orang lain merupakan
Diriwayatkan dari al-Hasan al-Bashry rahimhullah beliau berkata:
“Senantiasa pura-pura tidak mengetahui kesalahan orang lain termasuk perbuatan orang-orang yang mulia.”
Dan juga diriwayatkan dari Sufyan rahimahullah beliau berkata:
“Senantiasa pura-pura tidak mengetahui kesalahan orang lain termasuk sifat orang-orang yang mulia.”
Allah Ta'ala berfirman:
ﻭَﺇِﺫْ ﺃَﺳَﺮَّ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲُّ ﺇِﻟَﻰٰ ﺑَﻌْﺾِ ﺃَﺯْﻭَﺍﺟِﻪِ ﺣَﺪِﻳﺜًﺎ ﻓَﻠَﻤَّﺎ ﻧَﺒَّﺄَﺕْ ﺑِﻪِ ﻭَﺃَﻇْﻬَﺮَﻩُ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻋَﺮَّﻑَ ﺑَﻌْﻀَﻪُ ﻭَﺃَﻋْﺮَﺽَ ﻋَﻦ ﺑَﻌْﺾٍ ۖ ﻓَﻠَﻤَّﺎ ﻧَﺒَّﺄَﻫَﺎ ﺑِﻪِ ﻗَﺎﻟَﺖْ ﻣَﻦْ ﺃَﻧﺒَﺄَﻙَ ﻫَٰﺬَﺍ ۖ ﻗَﺎﻝَ ﻧَﺒَّﺄَﻧِﻲَ ﺍﻟْﻌَﻠِﻴﻢُ ﺍﻟْﺨَﺒِﻴﺮ.
“Dan ingatlah ketika Nabi merahasiakan sebuah ucapan kepada salah satu istrinya, lalu ketika dia memberitahukan ucapan rahasia tersebut dan Allah menampakkannya kepada Nabi, maka Nabi memberitahukan sebagian dan berpaling dari sebagiannya. Lalu ketika Nabi memberitahukan hal itu, salah satu istrinya tersebut bertanya, 'Siapakah yang memberitahukan kepada Anda?' Nabi pun menjawab, 'Yang telah memberitahukan kepadaku adalah al-Alimul Khabir
(Allah)'.” (QS. At-Tahrim: 3)
Al-Imam al-Qurthuby rahimahullah berkata:
“Al-Hasan (al-Bashry -pent) berkata, 'Orang yang mulia itu tidak pernah merinci habis kesalahan orang sedetail-detailnya, karena Allah saja berfirman (ketika menceritakan akhlak Rasulullah shallallahu alaihi was sallam -pent): “Nabi memberitahukan sebagian dan berpaling dari sebagiannya.”
(Tafsir al-Qurthuby, XVIII/188)
(Tafsir al-Qurthuby, XVIII/188)
Al-Hafizh al-Mizzy rahimahullah berkata:
“Ibnul Jauzy rahimahullah berkata, 'Senantiasa pura-pura tidak mengetahui kesalahan orang lain termasuk sifat tertinggi dari orang-orang yang mulia.'”
(Tahdzibul Kamal, IXX/230)
(Tahdzibul Kamal, IXX/230)
Jadi sesungguhnya manusia itu tabiat dasarnya sering tergelincir dan melakukan kesalahan, sehingga jika seseorang suka mempermasalahkan setiap ketergelinciran dan kesalahan, maka dia akan lelah dan membuat lelah orang lain.
Orang yang berakal dan cerdas tidak akan merinci secara detail semua kesalahan baik yang kecil maupun yang besar dalam pergaulannya bersama keluarganya, orang-orang tercinta, teman-teman, dan para tetangganya.
Oleh karena inilah al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah mengatakan:
“Sembilan puluh persen akhlak mulia itu terletak pada sikap pura-pura tidak mengetahui kesalahan orang lain.”
Maka sepantasnyalah bagi seorang muslim untuk berhias dengan sifat yang mulia ini dan hendaknya dia pura-pura tidak mengetahui keburukan saudara-saudaranya terhadap dirinya dan memaafkan mereka serta berlapang dada.
Ditulis oleh: Badr bin Muhammad al-Badr al-Anzy
5 Syawwal 1436 H
Sumber: Saluran telegram asy-Syaikh Badr bin Muhammad al-Badr al-Anzy
WhatsApp Salafy Indonesia || http://forumsalafynet
Channel Telegram || http://bitly/ForumSalafy
Channel Telegram || http://bitly/ForumSalafy
▫▫▫▫▫▫▫▫▫▫